Sabtu, 22 Februari 2014

pidato soekarno tentang pramuka


Pidato PJM Presiden pada hari Kamis, tanggal 9 Maret 1961, jam 20.00 yang disampaikan kepada Para Pemimpin Pandu yang mewakili Organisasi-organisasi Kepanduan yang terdapat di Indonesia.  Disadur oleh Rochman dari buku Pedoman Pramuka terbitan Percetakan Negara RI Jkt.154/B-’63.
(Teks disesuaikan dengan EYD)
[Catatan: mohon maaf jika ada kekeliruan pengetikan].
 
Saudara-saudara sekalian,
Ada suatu hal yang amat penting, yang hendak saya beritahukan kepada Saudara-saudara sekalian sebagai berikut :
Saudara-saudara sekalian mengetahui, bahwa kita sekarang ini sedang di dalam satu revolusi yang maha hebat. Malah satu revolusi yang sebagai saya katakan di dalam salah satu pidato, lebih besari daripada revolusi – lain-lain Bangsa; lebih besar daripada revolusi Amreika abad ke-18; lebih bersari daripada revolusi Perancis – akhir abad ke-18; lebih besar daripada revolusi Sovyet, ialah oleh karena revolusi kita ini satu revolusi yang kataku tempo hari ber-pancamuka, ya, revolusi Nasional, ya, revolusi politik, ya, revolusi sosial, ya, revolusi kebudayaan kultureel, ya, revolusi membangun manusia Indonesia baru; sedangkan revolusi-revolusi yang lain itu adalah revolusi-revolusi yang eka-muak, paling-paling revolusi dwi-muka.
Tetapi kita punya revolusi adalah satu revolusi panca-muka, malahan jika memakai bahasa asing, saya katakan bahwa revolusi kita itu adalah satu “summing up of many revolution in one generation”.
Hal ini Saudara-saudara, harus saudara mengerti, bahwa revolusi kita revolusi panca-muka itu bukan revolusi bikinan seseorang pemimpin. Bukan bikinan saya, bukan bikinan Pandu Agung Sri Sultan, bukan bikinan seseorang pemimpin, tetapi adalah satu revolusi didasarkan tindakan daripada masyarakat sendiri. Ya, revolusi itu tidak bisa dibendung, sebaliknya revolusi kita ini – revolusi kita ini revolusi bikinan masyarakat, lahir dari kandungan masyarakat, oleh karena itulah, maka di dalam revolusi kia ini, laksana terhimpunlah segala gelora kehendak-kehendak ”adreng” kata orang jawa daripada rakyat masyarakat itu.
Maka oleh karena itu, maka revolusi kita sekarang ini, saya namakan pula untuk memberikan karakteristik kepadanya “satu revolution of rising demands”. Nah, anak kelihatan sedikit mikir. Apa itu rising demands. Reolus kit aitu adalah satu revolusi yang tumbuh dari masyarakat, yang adalah peng-utara-an daripada segenap keadregan masyarakat itu, amka revolusi kita itu boleh dikatakan makin lam amakin berkobar, mulai dengan api kecil, makin lama makin besar, makin lama makin besar, makin lama makin besar. Adrengnya masyarakt inilah juga makin lama makin besar. Revolusi sebagai peng-utara-an daripada kehendak keinginan rakyat ini, revolusi kita itu menjadi satu revolusi “revolution of rising demands”, rising itu artinya : tambah – tambah – tambah – tambah – tambah. Demands berarti : tuntutan, jadi bukan sekedar minta. Tuntutan.
Rakyat makin lama makin tambah tuntutannya. Dulu rakyat misalnya sekedar menghendaki agar supaya bisa makan nasi 2 kali sehari, sekarang tidak. Tuntutan itu sudah berobah 3 kali sehari. Dahulu rakyat sudah senang, kalau anaknya bersekolah rakyat. Tidak sekarang ini. Rakyat mengehendaki supaya anak-anaknya maksuk ke Perguruan-perguruan Tinggi. Dahulu rakyat sudah senang dikalau di dalam tiap-tiap rumah sudah ada lampu cempor – tidak gelap, tetapi sudah ada lampu cempor. Tidak, sekarang ini rakyat menuntut di tiap-tiap rumah hendaknya diadakan lampu listrik. Oleh karena itulah oleh karena revolusi kita ini Saudara-saudara akhirnya menjadi satu revolusi pembangunan yang sehebat-hebatnya.
Satu revolusi, yang kataku – mengemban Amanat Penderitaan Rakyat. Segenap hal yang olehnya rakyat deritakan berpuluh-puluh tahun, sekarang ini numpuk di dalam “demand”nya revolusi itu. Oleh karena itu maka revolusi kita sekarang ini katakau adalah satu revolusi pengemban Amanat Penderitaan Rakyat. Nah, apa Amanat Penderitaan Rakyat?
Sudah sering Saudara-saudara mendengar.
Pertama : Rakyat menghendaki kita  hidup merdeka sebagai satu bangsa yang bernegara Republik Indonesia, berwilayah kekuasaan antara Sabang dan Merauku;
Kedua : Rakyat menghendaki agar supaya rakyat itu hidup dalam masyarakat yang adil dan makmur, tanpa penindasan dan penghisapan, tanpa – demikian kataku memakai bahasa Perancis : “Exploitation de l’homme par l’homme”.
Ini Amanat Penderitaaan Rakyat itu, menjadi amanat, bukan saja kepada Pemimpin-pemimpin, tetapi seluruh genarasi yang hidup sekarang, diamanatkan oleh rakyat, baik yang masih hidup, maupun yang sudah wafat, agar supaya generasi yang sekarang ini, menyelenggarakan apa yang dideritakan oleh rakyat berpuluh-puluh tahun itu. Amanat Penderiataan Rakyat ini dalam waktu-waktu yang terakhir ini digoreskan dengan jelas dalam apa yang dinamakan MANIPOL dan USDEK. Manipol yaitu Pidato Presiden tanggal 17 Agustus lebih 2 tahun yang lalau. USDEK ialaha pemerasan daripada Manipol itu. Undang-undang Dsar ’45, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, Kepribadian Indonesia sendiri.
Hal itu sudah jelas bagi Saudara-saudara sekalian.
Amanat Penderitaan Rakyat yang digoreskan secara bisa dilihat, bisa dibaca, bisa dimengertikan dalam MANIPOL dan USDEK itu harus diselenggarakan. Maka oleh karena itu, tempo hari, Negara membentuk Dewan Perancang nasional, DEPERNAS dan Dewan Perancang Nasional ini telah menyusun satu pola pembangunan Nasional Semesta – yang terkenal sebagai Pola Pembangunan Tahapan Pertama 8 tahun.
Untuk menyelenggarakan pola ini segenap apa yang dicita-citakan oleh Rakyat, segenap apa yang yang dideritakan oleh rakyat itu, bisa terselenggara. Kita sekarang ini datang pada saat menyelenggarakan pola pembangunan itu. Kita sekarang ini sudah sampai pada saat apa yang menjadi pokok daripada Amanat Penderitaaan Rakyat.
Politik harus diselenggarkaan, yaitu memperlengkapi Negara kita agar supaya Negara kita ini sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh rakyat dalam penderitaannya, menjadi satu negara yang betul-betul berwilayah kekuasaan antara Sabang dan Merauke, dengan memasukkan wilayah Irian Barat ke dalam wilayan kekuasaan Republik.
Ini adalah amanat yang kita pikul semuanya. Kita menyelenggarakan masyarakat adil dan makmur yang tahapan pertama daripada penyelenggaraan ini tergores dengan jelas di dalam pola yang dibuat oleh DEPERNAS, yang garis besarnya kemudian diterima baik oleh MPRS dalam ketetapannya aksara ke-2 Romawi. Dus kita ini menghadapi penyelenggaraan dan penyelenggaraan itu, pimpinan pucuknya oleh lembaga yang tertinggi daripada Tanah air, daripada rakyat kita ini “saya”. Sayalah oleh MPRS diserahi menyelenggarakan hal ini. Sayalah dijadikan mandaris daripada MPRS, Majelis Permusyawaratan Sementara itu. Tetapi saja sekedar diberi, ya, menjadi pucuk pimpinan daripada penyelenggaraan ini. Sebagai tadi kukatakan, penyelenggaraannya ialah oleh seluruh rakyat Indonesia. Sebagai tadi saya katakan Amanat Penderitaan Rakyat itu diemban, bukan saja oleh sayua sebagai mandaris, bukan saja oleh Pandu Agung Sri Sultan Hamengku Buwono, bukan saja oleh Menteri PP dan K, Dr. Prijono, bukan saja oleh Menteri Transkopemada Achmadi, tetapi kita sekalian. Ya saja, ya Sri Sultan, ya Pak Prijono, ya Pak Achmadi, ya saudara, ya saudara, ya saudara, ya saudara, - kita semuanya. Di sini dalam hal penyelenggaraan ini, politik, apalagi sosial ekonomis, kewajiban daripada Pemuda adalah besar seklai. Saudara-saudara sebagai Pandu bergerak di lingkungan Pemuda-pemuda dan saya menghendaki, agar supaya Pemuda-pemuda ini semuanya menjadi penyelenggara daripada Amanat Penderitaan Rakyat. Supaya Pemuda-pemuda ini benar-benar menjadi nanti Warga Negara Republik Indonesia yang tiap-tiap Warga Negara adalah penyelenggara daripada Amanat Penderitaan Rakyat.
Pendidikan pada Pemuda dan Pemudi biasanya terletak dalam 3 bidang. Bidang kekeluargaan di situlah sang anak dididik, sehingga – menjadi manusia yang sejati. Dalam pegnertian kita ialah bukan sekedar manusia yang sejati, tetapi juga Warga Negara yang sebaik-baiknya.
Di bidang Sekolahan anak-anak dididik di dalam sekolahan-sekolahan itu.
Ada bidang yang ke-3. Bidang ke-3 ini ialah apa yang lazim dinamakan KEPANDUAN.
Di bidang keluarga Negara memberi didikan sedapat mungkin juga kepada oang-orang tuanya sehingga seluruh rakyat Indonesia itu berjiwakan MANIPOL dan USDEK, sehingga orang-orang tua ini memberi didikan kepada anak-anaknya juga menjadi orang-orang yang jiwanya manipol usdek – Pancsaila dan lain-lain sebagainya.
Di bidang sekolahan demikian pula dengan gembira tetapi belum puas boleh kita konstateer bahwa sekarang ini sudah banyak sekali putera-putera dan puteri-puteri Indonesia duduk di bangku sekolahan. Misalnya yang mengenai sekolah rakyat. Dahulu dalam jaman Belanda hanya tiga perempat juta murid-murid sekolah rakyat di seluruh Indonesia, seluruh Nederlandsch Indie. Sekarang ini jumlah murid-murid sekolah rakyat saja, Negerinya – Sekolah Rakyat Negeri opmerking Pak Prijono Menteri PP dan K, sudah hampir mencapai 9 juta. Negeri, sekolah rakyat negeri. Kalau ditambah dengan sekolah rakyat swasta, menjadi hampir 16  juta. Belum jumlah murid-murid sekolah lanjutan, belum mahasiswa-mahasiswi. Pendek di dalam perbidangan pendidikan anak-anak kia dalam sekolah-sekolah kita sudah boleh mengatakan bahwa kita ini telah mencapai hasil yang lumayan, belum memuaskan, tetapi sudah lumayan.
Tetapi dalam perbidangan kepanduan, coba lihat, bukan saja rakyat Indonesia yang 92 juta jumlahnya itu, berapa anak-anak yang sebenarnya harus menjadi pandu. Ambil dari umur 6 tahun sampai umur 22 lah. Kalau kita hitung jumlah kepala anak-anak kita laki dan perempuan antara 6 tahun dan 22 tahun, sedikitnya adalah 20 juta. Tapi daripada 20 juta ini, berapa yang menjadi pandu?
Lima belas tahun sesudah kita mengadakan Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, berapa jumlah pandu kita? Ya pandu yang di Kotoraja, ya di Medan, ya di Pematangsiantar, ya di Padang, ya di Palembang, terus seluruh, seluruh Indonesia sampai ke Tual, dekat Irian Barat. Berapa jumlah Pandu kita? Kalau Saudara-saudara belum mengetahui, hitung punya hitung, jumlah punya jumlah, gunggung punya gunggung, tidak melebihi setengah juta. Padahal sebetulnay Pandu-fehig yaitu yang musti menjadi Pandu, kataku tadi sedikitnya 20 juta.
Kalau Saudara-saudara ingin mendapat angka yang exact 23 koma sekian juta. Yang menjadi Pandu hanya setengah juta, belum sampai juga. Lha ini ada sebabnya. Apa ini sebabnya ini? “There ini must be something wrong” di dalam kepanduan Indonesia. Lima belas tahun kita bekerja, lima belas tahun kita membangun perumahan kepanduan ini itu, ini itu, hasilnya cuma setengah juta, itupun belum sampai, hampir-hampir setengah juta. There is smoething wrong di dalam kepanduan Indonesia ini? Dan setengah juta itu termasuk di dalam organisasi kepanduan berapa?
Huh, huh huh huh huh huh. Saya kira Pandu Agung kita tidak akan salah kalau saya berkata: hampir 60 buah, ya pandu ini, ya pandu itu, 60 buah organisasi pandu, dengan jumlah zegge en schrijve tidak lebih dari setangah juta. Nah ......... there is something wrong. Pokoknya daripada ke”wrong”an salahnya itu ialah “Kepanduan kita sekarang ini tidak sesuai dengan “keadrengan” yakt ini tadi. Rakyat menghendaki agar supaya manat penderitaan rakyat diselenggarakan baik politis maupun sosial ekonomi. Hee ...................... Kepanduan kita yang 50, 60 jumlah organisasi itu sama seklai tidak ada resonansi kepada hal-hal yang dicita-citakan, yang dibutuhkan oleh rakyat ini. Rakyat menghendaki kita industrialisasi misalnya, mana organisasi kepanduan kia yang bisa kita anggap lha ini nanti yang menjadi kader industrialisasi. Rakyat menghendaki kita makan 3 kali nasi satu hari dus produksi bras harus sekian.
Mana Pandu kita yang tahu hal pertanian beras, padi, jagung. Rakyat menhendaki supaya kita ini betul-betul hidup nanti di dalam satu masyarakt yang merdeka, tanpa “explitation de l’homme par l’homme”, satu masyarkat yang adil dan makmur, satu masyarakat yang sosialis Indonesia. Tapi pandu-pandu kita kebanyakan dari pandu-pandu kita ini dididik ya biasalah ......... touwkaapen, bisa mengikat tali, bisa berkemah, bisa menjadi – kata oang Belanda – Woudlopers ........ ho bisa menyusur jalan hutan ............... O, kalau hal woudloper, kita ini sebelum ada kepanduan kita ini memang dari dahulu sudah woudloper saudara-saudara.
Woudloper artinya ini saya ahli berjalan di hutan-hutan. Sebaliknya aku bisa memberitahu kepada Saudara-saudara kekagumanku kalau aku melihat perikehidupan organisasi pemuda di luar negeri.
Saya bukan orang komunis, tetapi saya sering mendatangi negara-negara yang dinamakan negara-negara komunis, .......... kagum kalau saya melihat.
Pernah saya datang misalnya di dalam rumah pemuda-pemudi di Svetlotsk, atau di Sjanghai atau di paling akhir ini di Sofia ........... kagum-kagum. Saya melihat pemuda-pemudi yang berumur 12-13 tahun berkerumun, sedang apa .................... mereka itu membikin maquette daripada satu hydro-electric plant. Hydro-electric plant yaitu ........... hydro itu air, electric listrik, plant itu pabrik............. pabrik listrik yang dijalankan oleh tenaga air. Mereka membikin maquette, mereka mengetahui bahwa agar supaya kita nanti .......... agar supaya bisa membangun listrik. Air sungai ini dibendung ................. dan ............. lantas mereka membikin bendungan ............. airnya. Dari bendungan itu ada pipa ke bawah yang harus perbedaan anatara muka air atas dan muka air yang bawah itu sekian. Di sana ada kincir, kincir itu berjalan karena tenaga air. Jadi pokok-pokok dari pada hydro electric plant anak-anak yang umu 12 tahun ini mengerti, bukan saj amengerti malahan mereke menyuelenggarakan membikin hydro electric plant kecil-kecilan. Saya melihat itu kincirnya itu di bawah berjalan, Sang Pandu yang umur 12 tahun itu menerangkan nah ini ............. kincir ini lantas membangunkan tenaga listrik.
Saya pernah datang di dalam satu zaal yang sekian besarnya oh ............. itu jalan kereta api ada stasiunnya ada weselnya ada lokomotifnya ada ininya ada itunya, mereke mengerti hal kekerata-apian, mengerti hal rahasia uap, mengerti hal rahasia listrik.
Pandu kita apa paling-paling pandai .......... yell, yell, yell. Pandu-pandu paling-paling pandai menjadi woudloper kataku tadi, orang hutang.
Dan kare itu aku berkata : Oleh karena Kepanduan Indonesia ini di dalam lima belas tahun ini tidak memenuhi kebutuhan cita-cita rakyat, tidak memenuhi apa yang menjadi penderitaan rakyat, mak aitu hasilnya lim abelas tahun bekerja, hanya hampir setengah juta Pandu kita.
Saya sendiri Saudara-saudara melihat orang tua minta anaknya keluar dari Kepanduan, karena ia tidak puas. Pandu-pandu sendiri sudah masuk minta keluar lagi, karena tidak puas. Terjadi pula dengan anakku sendiri ........... Anakku sendiri dahulu saya suruh masuk kepanduan, yang mereka giat di Kepanduan 6 bulan, kemudian keluar. Kena apa :? ............. Pak, apa itu kepanduan itu, nggak bisa tau belajar apa-apa.
Nah, maka oleh karena itu aku sekarang ini Saudara-saudara sebagai Mandataris MPRS, yang harus menyelenggarakan segala sesuatu agar supaya progaram yang disusun oleh MPRS bisa berjalan, agar supaya Amanat Penderitaan Rakyat bisa bejalan, perlu mengambil tindakan-tindakan untuk memperbaiki hal yang “wrong” di dalam alam kepanduan itu. Ternyata 60 organisasi itu tidak benar, artinya masak kita satu bangsa menghadapi Amanat Penderitaan Rakyat mempunya 60 jumlah organisasi kepanduan. Ini harus diretool. Harus diretool, dijadikan satu organisasi saja dan didalam satu organisasi ini maka diberi isi yang lain daripada yang dahulu. Bukan sekedar touwknopen, bisa apa itu bahasa Indonesianya – mbundelken tali dan melepaskan tali lagi, bukan sekedar bisa yell bukan sekedar saja bisa woudloper tidak .......... Saya menghendaki agar supaya semua pemuda-pemudi Indonseia ini dididik agar supaya nanti bisa menjadi kader daripada pembangunan baik pembangunan politik maupun pembangunan sosial-ekonomis, yaitu pembangunan pelaksanaan daripada Amanat Penderitaan Rakyat.
Enap puluh – ganti, robah menjadi satu. Dan saya sudah mengadakan pembicaraan yang mendalam sekali dengan Pandu Agung Sri Sultan Hamengku Buwono, dengan Dr. Azis Salahir Brigadir Jenderal kita yang sangat sekali banyak bergerak di dalam alam kepanduan, dan malah saya telah minta Bapak dua orang ini agar supaya memberitahukan idee pemersatuan itu kepada seluruh dunia kepanduan.
Enam puluh organisasi kepanduan hendaknya dirobah menjadi satu organisasi saja. Satu organisasi berdasarkan atas Pancasila. Satu organisasi yang berdasarkan atas silanya seluruh Negara Republik Indonesia, seluruh rakyat Indonesia, seluruh bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.
Pucuk pimpinanannya satu. Saya sendiri akan menjadi Pemimpin Tertinggi daripada kepanduan yang satu ini, dengan saya minta dibantu oleh Pandu Agung Sri Sulta Hamengku Buwono. Satu organisasi dengan pucuk pimpinan satu, yaitu saya dengan Pandu Agung Sri Sultan Hamengku Buwono, berdasarkan atas Pancasila, bertujuan membangun membentuk kader yang cakap, kader yang bersemangat, kader yang mengerti daripada penyelenggaraan Amanat Penderitaan Rakyat.
Satu organisasi ini sudah nyata saudara-saudara, perlunya. Supaya benar-benar kita bisa memberi pimpinan kerahan tanaga yang sebaik-baiknya.
Dalam lima belas tahun ini Saudara-saudara, kita telah mengalami pengalaman-pengalaman pahit. Antara pengalaman-pengalaman yang pahit-pahit itu ialah bahwa sistem federasi ternyata tidak tepat. Sistim federasi terutama sekali di dalam alam revolusi kita skarang ini yang makin lama makin membumbung. Kita di mana-mana saudara bekerja untuk memusatkan segenap tenaga. Di dalam alam kepanduan pun, segenap tenaga itu harus dipusatkan. Kita harus meninggalkan sistim federasi.
Saya berharap agar supaya kepanduan-kepanduan ini organisas-organisasinya meleburkan diri dan oleh karena tadi saya sudah berkata, “Satu”, maka saya sebagai Presiden, Panglima Tertinggi, Peperti, Mandataris daripada MPRS, bahkan yang oleh MPRS dinamakan Pemiminpin Besar Revolus, akan melarang, sesuatu kepanduan di luar daripada yang satu ini.
Nanti jikalau sudah dilebur kepanduan-kepanduan ini hanya ada satu; di luar yang satu ini tidak boleh, dilarang.
Yang terang-terangan pandu di larang, di luar satu itu, yang gecamoufleerd – pura-pura – Pandu bukan Pandu tetapi sebetulnya gerakan yang sedemikian, pun akan saya larang. Ini camkan saudara-saudara. Tidak boleh ada sesuatu organisasi Pandu di luar yang satu ini, tidak boleh ada sesuatu organisasi – ya nanti barang kali namanya dikatakan organisasi pemuda, yang sebenarnya camouflage daripada kepanduan di luar ini.
Hanya satu ini Saudara-saudara : Berdasarkan Pancasila, bertujuan untuk membentuk warga negara bagi penyelenggaraan Amanat Penderitaan Rakyat. Namanya pun satu. Oleh karena organisas-organisasi satu namanyapun satu. Dan nam aini haru sesuai dengan kepribadian Indonesia.
Tadi sudah saya katakan, kita ini berdiri di atas USDEK, Kepribadian Indonesia. Namanyapun harus satu nama yang sesuai dengan kepribadian Indonesia. Dan saya kira nama itu nama PRAMUKA adalah baik. Jadi, hanya ada satu organisasi PRAMUKA.
Saya sebagai tadi saya katakan, telah meminta kepada Sri Sultan Hamengku Buwono dan Brigadir Jendeal Azia Saleh, untujk memberikan tahu konsepsi ini kepada seluruh kepanduan Indonesia  dan baik Sri Sultan Hamengku Buwono maupun Brig.Jend. Azis Saleh teleh memberi kabar kepada saya, kabar yang amat menggembirakan bahwa pada prinsipnya semua organisasi kepanduan di Indonesia yang 60 buah in setuju. Setuju untuk meleburkan diri dalam satu organisasi kepanduan yang bernama PRAMUKA.
Maka sekarang ini Saudara-saudara karena menurut Sri Sultan dan Bigjen Azis Saleh sudah nyata bahwa pada prinsipnya sudah seluruh kepanduan, organisasi kepanduan telah setuju kepada peleburan ini, maka sekarang saya jadikan cita-cita konsepsi ini satu perintah.
Saya sebagai Presidan, sebagai Panglima Tertinggi, sebagai Mandataris, sebagai Peperti, sebagai Pemimpin Besar Revolusi, sebagai yang diberikan titel ini kepada saya oleh MPRS, memerintahkan sekarang kepada seluruh kepanduan Indonesia, untuk meleburkan diri di dalam satu organisasi yang bernama PRAMUKA. Dengan saya sendiri sebagai PANDU TERTINGGI atau PRAMUKA TERTINGGI, dengan dibantu oleh Sri Sulta Hamengku Buwono.
Untuk menyelenggarakan perintah ini, saya membentuk satu panitia penyelenggaraan. Terdiri dari 4 orang. Panitia penyelenggara itu ialah terdiri dari Sri Sultan Hamengku Buwono, Menteri PP dan K Dr. Prijono, Menteri Brigadir Jenderal Dr. Azis Saleh, Mengeri Achmadi.
Kepada 4 orang ini saya percayakan sekarang penyelenggaraan daripada perintah saya ini.
Saya ulangi, Sri Sultan Hamengku Buwono, Menteri PP dan K, Menteri Brigadir Jenderal Azis Saleh, Menteri Achmadi.
Empat orang, menyelenggarakan agar supay adalam aktu yang singkat semua organisasi kepanduan meleburkan diri dalam gerakan PRAMUKA, berdasarkan Pancasila, bertujuan membentuk kader penyelenggaraan Amanat Penderitaan Rakyat.
Saya harap agar supaya nanti pada tanggal 17 Agustus 1961 sudah tampak hei ................. pemuda-pemudi PRAMUKA ini berbaris dengan sigap. Bukan saja di Jakarta, tetapi di seluruh tempat-tempat yang penting di Indonesia. Sehingga seluruh rakyatpun  melihat bahwa kita sekarang ini dalam penyelenggaraan daripada – apa yang diamanatkan oleh rakyat Indonesia itu, di dalam penderitaannya yang berpuluh-puluh tahun. Inilah amanatku kepada saudara-saudara sekalian.
Sekarang Saudara-saudara sekalian, sesudah amanat dan perintah saya ini, berpalinglah kepada Sri Sultan Hemengku Buwono, Menteri PPPK, Menteri Azis Saleh, Menteri Achmadi.
Diselenggarkan perintah ini dan saya tadi harapkan tanggal 17 Agustus sudah tampak PRAMUKA berjalan.
Sekian.




(Padalarang, 23 februari 2014)

Tidak ada komentar: